Asuhan Keperawatan (ASKEP) Typhoid Abdominalis (Typhus)
TUGAS TEKNOLOGI KEPERAWATAN
“ Asuhan Keperawatan Typhus Abdominalis”
Disusun Oleh :
Reima Albary
1510711073
Fakultas Ilmu Kesehatan
S1 Keperawatan
2017
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan
Taufik, Hidayah dan inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup
nafas keislaman sampai sekarang. Shalawat serta salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman Jahiliyah
kepada jaman Islamiyah.
Dalam mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun
makalah yang berjudul “ASKEP TYPHUS ABDOMINALIS” untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Teknologi Keperawatan. Saya ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Ibu
Ns. Duma Lumban Tobing, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J yang telah membimbing dalam
setiap materi, tidak lupa teman-teman yang selalu memberi semangat semoga kita
selalu dalam lindungan Allah serta dapat selalu berjuang dijalan Allah SWT.
Saya menyadari tentunya makalah ini jauh dari kata
“sempurna”, maka dari itu saya mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
tentunya. Saya ucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Tangerang,
21 Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................
1
1.2
Tujuan Penulisan..............................................................................
2
Manfaat
Penulisan.................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
Tinjauan
Teori.......................................................................................
3
2.1
Pengertian.......................................................................................
3
2.2
Etiologi...........................................................................................
3
2.3
Patofisiologi....................................................................................
3
2.4
Pathway.........................................................................................
5
2.5
Manifestasi
Klinis............................................................................
6
2.6
Komplikasi.....................................................................................
6
2.7
Penatalaksanaan.............................................................................
6
2.8
Pemeriksaan Laboratorium..............................................................
7
2.9
Pencegahan.....................................................................................
9
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1
Pengkajian......................................................................................
10
3.2
Analisa Data...................................................................................
11
3.3
Diagnosa........................................................................................
12
3.4
Prioritas
Masalah...........................................................................
12
3.5
Intervensi.......................................................................................
12
BAB IV PENUTUP
5.1
Kesimpulan....................................................................................
14
5.2
Saran.............................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pencernaan dan sampai gangguan kesadaran.
Penyakit typhus abdominalis ini merupakan penyakit
yang serius bagi kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang seperti
halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis sehingga banyak ditemukan penyakit
infeksi, salahsatunya typhus abdominalis yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit
ini disebabkan oleh Salmonella Typhi.
Bila salmonella typhi berjalan
bersamaan dengan makanan yang terkontaminasi, maka ia bersarang di jaringan
limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini ke dalam hati dan
empedu.
Gejala demam typhoid atau typhus abdominalis adalah
suhu tubuh meningkat hingga 400C dengan frekuensi nadi
relative lambat. Sering adanya nyeri tekan pada perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi
pada usia 1-4tahun. Kenyataannya sekarang penderita typhus di rumah sakit masih
tinggi khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%,
terdiri dari 50% penderita laki-laki, 20% penderita wanita dan pada tahun 2009
sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukan manifestasi klinis yang
sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit
demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella Typhi atau Salmonella
Paratyphi A,B dan C, selain menyebabkan enterik kuman ini juga dapat
menyebabkan gastroenteritis (keracunanmakanan) dan septikemia (tidak menyerang
usus).
Penyakit
ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk
orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga
pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Tyfoid
fever atau thypus abdominalis, pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus
bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran
usus.
Di
Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari
seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini
meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total
karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat
carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar
dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam
enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan
berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan
sumber pencemaran.
Kuman
tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian
menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam
waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial
dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai
gejala klinis.
Dalam masyarakat
penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus
abdominalis, karena berhubungan dengan usus pada perut.
1.2
Tujuan
Penulisan dalam makalah
ini bertujuan untuk mengetahui apa itu penyakit Typhus Abdominalis, bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus tersebut, serta dapat mengetahui
apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.
1.3
Manfaat
Adapun manfaat dari
makalah ini adalah kita bisa mengetahui pengertian dari penyakit Typhus Abdominalis tersebut, penyebab
timbulnya penyakit Thypus tersebut,
serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui pencegahan apa saja yang bisa kita
lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Pengertian
Demam
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
Typhus abdominalis
adalah merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Rampengan, 2007)
Typhoid
adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A,B,C. Penularan terjadi
secara fecal, oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Arief. M, 2009).
Jadi,
Typhus Abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih
dari satu minggu disertai dengan gangguan pencernaan bahkan sampai gangguan
kesadaran.
2.2
Etiologi
Penyakit
typhus abdominalis merupakan penyakit
yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella Typhosa, (food and water borne disease). Salmonella
typhosa adalah bakteri gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane).
Dalam serum penderita terdapat anti(glutanin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut (Zulkhoni, 2011).
Salmonella paratyphi A, B, C,
ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih >1tahun. Penyakit Typhus
abdominalis disebabkan oleh kuman salmonella typhosa basil gram negatif yang
bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora dengan masa inkubasi 10-20hari (Padila,2013).
2.3
Patofisiologi
Salmonella Typhi
dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan Feses.
Yang paling menonjol yaitu lewat mulut manusia yang terinfeksi lalu selanjutnya
menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan dengan asm lambung dan sebagian
lolos masuk ke usus halus bagian distal lalu usus terjadi iritasi dan mengeluarkan
endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri primer, selanjutnya
melalui aliran darah dan jaringan limfoid plaque menuju limfa dan hati. Didalam
jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usu. Tukak tersebutlah yang
akhirnya menyebabkan perdarahan dan perforasi usus (membentuk lubang pada
usus). Perdarahan tersebut menimbulkan suhu tubuh meningkat (demam) sehingga
resiko kekurangan cairan tubuh (Zulkhoni, 2009).
2.4
Pathways





asam lambung







usus halus








![]() |
Perubahan
nutrisi
2.5
Manifestasi Klinis
Masa
Tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14hari. Gejala yang timbul sangat
bervariasi dari ringan hingga berat, dari asimtomatik hingga kematian. Pada
minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan : demam, nyeri
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di
perut, batuk dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh
meningkat. Demam meningkat perlahan dan puncaknya pada sore hingga , malam hari
(Widodo Joko, 2006).
2.6
Komplikasi
Menurut Padila (2013),
komplikasi pada penyakit typhus abdominalis adalah sebagai berikut :
1. komplikasi
intestinal
a . Perdarahan usus
b . Perforasi usus
c . Illius paralitik
2. Komplikasi extra
intestinal
a . Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan
sirkulasi, miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b . Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trombositopenia, syndroma uremia hemolitik
c . Komplikasi pada hepar dan kandung kemih
: hepatitis, kolesititis
d . Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis,
pyelonepritis dan perinepritis
e . Komplikasi pada tulang : osteomiyelitis,
osteoporosis, spondilitis, dan arthritis
2.7
Penatalaksanaan
Menurut Rampengan
(2007) dan Widoyono (2011), penatalaksanaan dari typhus abdominalis dibedakan
menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
Penderita
demam typhoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tand akomplikasi
demam tifoid yang lain termasuk BAK dan BAB perlu mendapatkan perhatian.
2. Diet
Pada
tahap awal penderita diberi makanan bubur saring. Selanjutnya diberi makanan
yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan
kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat
menunjang kesembuhan penderita (Widoyono, 2011).
3. Obat-Obatan
1.
Pemilihan obat antibiotik lini pertama
pengobatan demam tifoid pada anak di negara berkembang didasarkan pada faktor
efikasi, ketersediaan dan biaya. Berdasarkan ketiga faktor tersebut,
kloramfenikol masih menjadi obat pilihan pertama pengobatan demam tifoid pada
anak, terutama di negara berkembang. Hal ini berbeda dengan dewasa, dimana obat
antibiotik lini pertamanya adalah golongan fluorokuinolon, seperti ofloksasin,
siprofloksasin, levofloksasin atau gatifloksasin.
2. Amoksisilin
dan ampisilin mempunyai kemampuan sebagai obat demam tifoid, walaupun menurut
literatur, kemampuannya masih dibawah kloramfenikol. Umumnya digunakan pada
penderita demam tifoid dengan lekopenia yang tidak mungkin diberikan
kloramfenikol, atau yang resisten terhadap kloramfenikol.
3. Obat
Trimetoprim-Sulfametoksazol dianggap sama efektifnya dengan kloramfenikol dalam
mengobati demam tifoid. Bersama-sama dengan amoksisilin, TMP-SMX digunakan pada
kasus-kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol.
4.
Pemberian
obat sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson atau sefotaksim
diindikasikan pada kasus-kasus yang resisten terhadap obat kloramfenikol dan
obat antibiotik untuk demam tifoid lainnya. Strain yang resisten umumnya rentan
terhadap obat sefalosporin generasi ini. Obat seftriakson dianggap masih
sensitif dan membawa hasil yang baik bila digunakan sebagai terapi alternatif,
bersama-sama dengan azitromisin dan sefiksim. Pemberian seftriakson sebaiknya
diberikan selama 14 hari, karena bila diberikan selama 7 hari, kemungkinan
relapsnya bertambah dalam 4 minggu setelah terapi seftriakson dihentikan
5.
Untuk pengobatan karier demam
tifoid, pemberian ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 40 mg/kg BB/hari
dalam 3 dosis peroral dikombinasi probenesid 30 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis
peroral atau trimetropimsulfametoksazol selama 4-6 minggu memberikan angka
kesembuhan 80%. Kloramfenikol tidak efektif digunakan sebagai terapi karier
demam tifoid. Selain amoksisilin/ampisilin, untuk pengobatan karier demam
tifoid, beberapa obat dapat dipergunakan, seperti kotrimoksazol, siprofloksasin
dan norfloksasin, walaupun dua obat terakhir tidak sebaiknya digunakan pada
penderita demam tifoid anak.
2.8
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan
hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Hitung leukosit yang rendah
sering berhubungan dengan demam dan toksisitas penyakit, namun kisaran jumlah
leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih muda keukosit bisa mencapai
20.000-25.000/mm3. Trombositopenia dapat merupakan marker penyakit berat dan
disertai dengan koagulasi intravaskular diseminata. Pemeriksaan fungsi hati
dapat berubah, namun gangguan hati yang bermakna jarang ditemukan.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan
Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H S. typhi dan
sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang rendah dan penggunaannya sebagai satusatunya pemeriksaan
penunjang di daerah endemis dapat mengakibatkan overdiagnosis. Kadar
aglutinin tersebut diukur dengan menggunakan pengenceran serum berulang. Pada
umumnya antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak
awal penyakit.
3. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah
Pemeriksaan
diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhidot atau Tubex yang mendeteksi
antibodi IgM antigen spesifik O9 lipopolisakarida S. Typhi. Dalam dua dekade, pemeriksaan Ig.M dan IgG spesifik
terhadap antigen S. Typhi berdasarkan enzym-linked
immunosorbent assay (ELISA) berkembang
4.
Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan
whole blood culture PCR terhadap S. typhi hanya membutuhkan waktu
kurang dari 8 jam dan memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga lebih unggul
dibanding pemeriksaan biakan darah biasa yang membutuhkan waktu 5-7 hari. In-flagelin
PCR terhadap S. typhi memiliki
sensitivitas 93,58% dan spesifisitas 87,9%. Pemeriksaan
nested polymerase chain reaction(PCR) menggunakan primer H1-d
dapat digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dari darah
pasien dan merupakan pemeriksaan diagnostik cepat yang menjanjikan. Pemeriksaan nested
PCR terhadap gen flagelin (fliC) dari S. typhi dapat dideteksi dari
spesimen urin 21/22 (95.5%), dikuti dari spesimen darah 20/22 (90%), dan tinja
15/22 (68.1%).
5.
Pemeriksaan serologi dari spesimen urin
Pemeriksaan
ELISA terhadap antibodi monoklonal spesifik antigen 9 grup D Salmonella dari
spesimen urin pada satu kali pemeriksaan memiliki sensitivitas 65%, namun
pemeriksaan urin secara serial menunjukkan sensitivitas 95%. Pemeriksaan
ELISA menggunakan antibodi monoklonal terhadap antigen 9 somatik (O9),antigen d
flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada spesimen urin memiliki
sensitivitas tertinggi pada akhir minggu pertama, yaitu terhadap ketiga antigen
Vi terdeteksi pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4kasus
(44%). Spesifisitas untuk Vi lebih dari 90% sehingga deteksi antigen Vi pada
urin menjanjkan untuk menunjang diagnosis demam tifoid, terutama dalam minggu pertama
sejak timbulnya demam.
6. Pemeriksaan antibodi IgA dari spesimen saliva
Pemeriksaan
diagnostik yang mendeteksi antibodi IgA dari lipopolisakarida S. typhi dari
spesimen saliva memberikan hasil positif pada 33/37 (89,2%) kasus demam tifoid.
Pemeriksaan ELISA ini menunjukkan sensitivitas 71,4%, 100%, 100%, 9,1% dan 0%
pada minggu pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima perjalanan penyakit
demam tifoid.
2.9
Pencegahan
Menurut Widoyono
(2011), strategi pencegahan demam tifoid mecakup hal-hal berikut :
- 1 Penyediaan sumber air minum yang baik2. Penyediaan jamban yang sehat3. Sosialisasi budaya cuci tangan4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum5. Pemberantasan lalat6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui8. Sosialisasi mengenai vaksin. Adapun jenis vaksin yang tersedia adalah :
a. Vaksin
parenteral utuh
b. Vaksin
oral Ty21a
c. Vaksin
parenteral polisakarida
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
Kasus :
An. R(8 tahun) BB : 32 kg, di bawa ke UGD RSUD
Tang-Sel karena demam tidak turun selama 1minggu, pagi turun sore malam naik
lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan data
mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC,
N : 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin
sedikit hanya 500 cc /jam. Lidah kotor. Pasien didiagnosa demam thypoid.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Nama
: An. T
Tempat tanggal lahir : 21
Desember 2009
Jenis
kelamin
: Laki-laki
Umur
: 8 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Siswa
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Lebak bulus raya 2
Tanggal
MRS
: 12 Mei 2017
No.
RM
: 1518171910
Diagnosa
Medis : Demam
Thypoid
b. Keluhan
utama : Demam
c. Riwayat kesehatan
·
Riwayat
penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan sudah sejak 1 minggu pasien
sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan, disertai dengan sakit
kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah minum obat
parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.
·
Riwayat
penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini..
·
Riwayat
penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan anggota keluarga tidak
pernah ada yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien saat ini.
3.1.2 Pemeriksaan
Fisik
a .
Keadaan umum
Keadaan Umum
pasien: Composmentis
- Suhu : 40oc
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 23 x/menit
b . Tanda-tanda
vital dan pemeriksaan persistem
Suhu : 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23
x/menit
3. 2 Analisa Data
Analisa Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
Diagnosa
Keperawatan
|
||||||
Data
Subjektif :
·
Demam (panas naik turun)
·
Mual
·
Muntah
Data
Objektif:
·
Mukosa bibir kering
·
Turgor kulit jelek
·
Pasien tampak lemah
·
Lidah tampak kotor
·
Keluaran urin 500 cc/24 jam
·
T : 40oc
·
N : 90 x/m
·
RR : 23x/m
·
Berkeringat
|
Kuman Salmonella typhii
masuk ke saluran cerna
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
Peningkatan asam
lambung
![]() ![]()
MK =
Kekurangan Volume Cairan
|
Kekurangan
volume cairan
|
Berhubungan
dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
|
||||||
Data
Subjektif:
·
Demam (panas naik turun)
Data
Objektif:
·
Mukosa bibir kering
·
Turgor kulit jelek
·
Pasien tampak lemah
·
Lidah tampak kotor
·
T : 40oc
·
N : 90 x/m
·
Berkeringat
|
![]() ![]() ![]() ![]() ![]()
Endotoksin
![]()
Hipertermi
|
Hipertermi
|
Berhubungan
dengan proses infeksi
|
3. 3 Diagnosa
1 .
Kurangnya
volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu
tubuh
2 .
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3.4
Prioritas Masalah
1 .
Kurangnya
volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu
tubuh.
3. 4 Intervensi
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : asupan cairan adekuat dalam
jangka waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil:
- Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran
yang seimbang dalam 24 jam.
- Menampilkan hidrasi yang baik misalnya
membran mukosa yang lembab.
- Memiliki asupan cairan oral dan atau
intravena yang adekuat.
|
·
Kaji tanda-tanda dehidrasi.
·
Berikan minum per oral sesuai toleransi.
·
Atur pemberian cairan infus sesuai order.
·
Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare).
Ukur semua intake cairan.
|
·
Intervensi lebih dini
·
Mempertahankan intake yang adekuat
·
Melakukan rehidrasi
·
Mengatur keseimbangan antara intake dan output
|
2.
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan :
mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam
- Kriteria
Hasil:
- Suhu
antara 36o-37o c
- RR dan
nadi dalam batas normal
- Membran
mukosa lembab
- Kulit
dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.
- Pakaian
dan tempat tidur pasien kering
|
·
Monitor tanda-tanda infeksi.
·
Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.
·
Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien.
·
Kenakan pakaian tipis pada pasien.
·
Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran
darahnya.
·
Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake
cairan yang adekuat.
·
Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin.
·
Monitor komplikasi neurologis akibat demam.
|
·
Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh
·
Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem,
pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan
resolusi infeksi.
·
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan
evaporasi
·
Memfasilitasi kehiliangan panas lewat konveksi dan
konduksi.
·
Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat.
·
Aspirin bersiko terjadi perdarahanGI yang menetap.
·
Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh
yang meningkat.
|
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Demam
tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan
sampai 800/1.000 penduduk per tahun, tersebar luas dimana saja, dan mengenai
setiap lapisan umur. Namun demikian yang paling sering terserang demam tifoid
ini adalah anak-anak dengan kisaran usia 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini
adalah penting melakukan pengenalan dini tentang demam tifoid ini. Komponen
utama tanda gejala terserang demam tifoid ini adalah demam yang berkepanjangan
(lebih dari 7hari), perasaan mual, perasaan tidak enak pada bagian perut, dan
yang paling parah nya adalah sampai kehilangan kesadaran (pingsan).
5.2
Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka saya dapat
memberikan saran untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, memakan makanan
yang dalam keadaan dibungkus jika beli di luar rumah, membiasakan mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan, membiasakan mencuci buah atau sayur yang
hendak dikonsumsi menggunakan sabun khusus pencuci buah dan sayur, dan perlunya
penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
DAFTAR
PUSTAKA
Padila, 2013. Asuhan
Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rampengan, 2007.
Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.
Widoyono. 2011.
Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Komentar
Posting Komentar